Rabu, 09 Juni 2010

Bikin Publik Resah

NILAH.COM, Jakarta - Beredarnya dua video porno yang diperankan artis mirip Luna-Ariel dan mirip Cut Tari-Ariel telah meresahkan masyarakat. Media massa juga dianggap bersalah karena berperan penuh, ketika memberitakan kasus ini secara brutal.

Sepekan terakhir publik disuguhi skandal video porno yang melibatkan parade artis papan atas. Rekaman video porno ini tak hanya menyebar cepat lewat internet, akan tetapi juga melalui ponsel. Publik mulai keranjingan dengan berita video tersebut dan berebut untuk segera mengunduh video yang tersebar di jagad dunia maya itu.

Bahkan tak kalah hebohnya di situs mikroblog Twitter, kata kunci “Ariel Peterporn” menjadi trending topic yang banyak dibicarakan di dunia selama 9 jam. Akses untuk mendapatkan video tersebut juga mudah, banyak situs yang secara gratis/tinggal klik untuk mengunduh gratis rekaman video. Atau dengan cara lain, penyebaran dapat dilakukan antara ponsel-ponsel lewat mekanisme Bluetooth.

“Video tersebut sebenarnya sifatnya personal, akan tetapi akan menjadi sebuah kejahatan jika hal ini merugikan orang lain yang secara mudah mengaksesnya,” ujar Rully Akbar, analis Uvolution Indonesia, sebuah lembaga yang mengkhususkan diri dalam konsultansi komunikasi, di Jakarta, Selasa (09/6).

Menurut Rully, adalah hak individu bagi seseorang untuk membuat rekaman video pribadi. Akan tetapi perhatian media yang berlebih, justru akan memicu rasa keingintahuan publik.

Fungsi media memang untuk memberitakan sesuatu yang aktual, akan tetapi menjadi negatif bila hal yang buruk mempunyai efek domino dalam melunturkan nilai-nilai susila dan efek duplikasi yang mengkhawatirkan.

Peran media sangat besar dan dominan untuk membentuk opini publik. Kebebasan informasi yang kelewatan akan membuat hal yang kontraproduktif terhadap perkembangan media. Media seharusnya tidak memberi porsi besar dalam menyiarkan kasus Ariel ini.

“Perkembangan teknologi informatika memang semakin pesat. Saya kira media massa seharusnya menjadi alat penyaring informasi negatif untuk memberikan pesan,” jelasnya.

Media memang rasanya tidak mau kalah dan bersaing dalam memberitakan perihal video ini. Tidak hanya headline media massa, pernyebaran situs jejaring, bahkan televisi, hal ini jelas sebuah ironi, dan akan merusak karakter bangsa jika disaksikan anak-anak.

Rully juga menjelaskan, Media memang berperan sebagai jantung untuk menyeimbangkan kebebasan individual serta membuka ruang demokrasi massa. Secara normatif memang media sudah menjalankan fungsi sebagai lalu lintas informasi yang menjadi sumber hubungan sosial dan politik.

Bagi Rully, fenomena-fenomena seperti kasus video Ariel seharusnya tidak dititik-beratkan pada dimensi teknis, di mana fungsi media untuk memberitakan berita terkini. Akan tetapi, harus dibenturkan kepada dimensi sosial. Bila hal seperti itu kerap terjadi, tak pelak konsumsi informasi yang dikemas secara tidak benar akan berdampak pada memburuknya moralitas masyarakat.

Karena itu, mungkin sudah saatnya media beralih untuk tidak menjadikan motto “bad news is a good news” sebagai referensi utama. Media memang berada dipersimpangan antara sisi normatif antara tatanan komunikasi yang ideal, dengan sisi fungsional akan kebutuhan komunikasi yang riil. Adalah fungsi media untuk jernih bersikap antara dua ketegangan tersebut. [mdr]
NILAH.COM, Jakarta - Beredarnya dua video porno yang diperankan artis mirip Luna-Ariel dan mirip Cut Tari-Ariel telah meresahkan masyarakat. Media massa juga dianggap bersalah karena berperan penuh, ketika memberitakan kasus ini secara brutal.

Sepekan terakhir publik disuguhi skandal video porno yang melibatkan parade artis papan atas. Rekaman video porno ini tak hanya menyebar cepat lewat internet, akan tetapi juga melalui ponsel. Publik mulai keranjingan dengan berita video tersebut dan berebut untuk segera mengunduh video yang tersebar di jagad dunia maya itu.

Bahkan tak kalah hebohnya di situs mikroblog Twitter, kata kunci “Ariel Peterporn” menjadi trending topic yang banyak dibicarakan di dunia selama 9 jam. Akses untuk mendapatkan video tersebut juga mudah, banyak situs yang secara gratis/tinggal klik untuk mengunduh gratis rekaman video. Atau dengan cara lain, penyebaran dapat dilakukan antara ponsel-ponsel lewat mekanisme Bluetooth.

“Video tersebut sebenarnya sifatnya personal, akan tetapi akan menjadi sebuah kejahatan jika hal ini merugikan orang lain yang secara mudah mengaksesnya,” ujar Rully Akbar, analis Uvolution Indonesia, sebuah lembaga yang mengkhususkan diri dalam konsultansi komunikasi, di Jakarta, Selasa (09/6).

Menurut Rully, adalah hak individu bagi seseorang untuk membuat rekaman video pribadi. Akan tetapi perhatian media yang berlebih, justru akan memicu rasa keingintahuan publik.

Fungsi media memang untuk memberitakan sesuatu yang aktual, akan tetapi menjadi negatif bila hal yang buruk mempunyai efek domino dalam melunturkan nilai-nilai susila dan efek duplikasi yang mengkhawatirkan.

Peran media sangat besar dan dominan untuk membentuk opini publik. Kebebasan informasi yang kelewatan akan membuat hal yang kontraproduktif terhadap perkembangan media. Media seharusnya tidak memberi porsi besar dalam menyiarkan kasus Ariel ini.

“Perkembangan teknologi informatika memang semakin pesat. Saya kira media massa seharusnya menjadi alat penyaring informasi negatif untuk memberikan pesan,” jelasnya.

Media memang rasanya tidak mau kalah dan bersaing dalam memberitakan perihal video ini. Tidak hanya headline media massa, pernyebaran situs jejaring, bahkan televisi, hal ini jelas sebuah ironi, dan akan merusak karakter bangsa jika disaksikan anak-anak.

Rully juga menjelaskan, Media memang berperan sebagai jantung untuk menyeimbangkan kebebasan individual serta membuka ruang demokrasi massa. Secara normatif memang media sudah menjalankan fungsi sebagai lalu lintas informasi yang menjadi sumber hubungan sosial dan politik.

Bagi Rully, fenomena-fenomena seperti kasus video Ariel seharusnya tidak dititik-beratkan pada dimensi teknis, di mana fungsi media untuk memberitakan berita terkini. Akan tetapi, harus dibenturkan kepada dimensi sosial. Bila hal seperti itu kerap terjadi, tak pelak konsumsi informasi yang dikemas secara tidak benar akan berdampak pada memburuknya moralitas masyarakat.

Karena itu, mungkin sudah saatnya media beralih untuk tidak menjadikan motto “bad news is a good news” sebagai referensi utama. Media memang berada dipersimpangan antara sisi normatif antara tatanan komunikasi yang ideal, dengan sisi fungsional akan kebutuhan komunikasi yang riil. Adalah fungsi media untuk jernih bersikap antara dua ketegangan tersebut. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar